Jumat, 31 Desember 1948
Pekanbaru Lautan Api
Tanggal 19 Desember 1948 mulailah aksi militer Belanda kedua ke seluruh Indonesia, jam 11.00 Lapangan Terbang Simpang Tiga digempur oleh Belanda dari udara. Dari celah selat-selat yang berada di sepanjang perairan pantai Sungai Indragiri, Kampar, Siak dan Rokan, Belanda mulai melakukan penyerangan dari laut, sekedar untuk mengalihkan perhatian, agar Komando Sub Teritorial V Riau tidak terpancing oleh gerakan Brigade U Belanda yang bergerak di front Padang menuju Pekanbaru.
Dalam garis-garis operasi yang telah ditentukan oleh Komando Sumatra untuk daerah Sub Teritorial V Riau berbunyi: bahwa kemungkinan daerah Keresidenan Riau untuk mendapat serangan dari belakang (daerah Sub Teritorial Sumatra Barat) sangat tipis sekali, karena kekuatan 3 resimen berada di bawah komando Sub Teritorial Sumatra Barat diperkirakan cukup menjadi jaminan untuk menahan serangan Belanda dari belakang Keresidenan Riau, karena itu Komando Sub Teritorial V Riau harus mencurahkan perhatian pada pertahanan pantai sepanjang Selat Malaka.
Staf Komando Sub Teritorial V Riau mengadakan rapat kilat di bawah pimpinan komandan Let.Kol. Hassan Basri dengan restu Bung Hatta Wakil Presiden dan PTTS Kolonel Hidayat, Mayor Akil, Kepala Staf yang baru telah melakukan timbang terima dengan Kepala Staf lama Mayor Toha Hanafi yang dipindahkan ke Sumatra Barat. Dalam rapat staf Let.Kol. Hassan Basri memerintahkan Kepala Staf untuk membuka surat instruksi Operasi No. 1 yang sebelumnya dilak sebagai dokumen yang sangat rahasia, hasil dari rapat Staf Resimen IV Riau Divisi IX dalam tahun 1947 di mana waktu itu Kepala Staf Resimen adalah Mayor D.I. Panjaitan almarhum (penyusun Instruksi Operasi tersebut) di Istana Sultan Siak Sri Indrapura.
Dalam Instruksi Operasi itu, telah ditetapkan Pasir Pangarayan sebagai basis komando Resimen Riau (Markas Gerilya). Tempat ini dipilih karena sebagian besar daerah Riau tidak mungkin dibuat basis pertahanan gerilya disebabkan keadaan alam daerah Riau yang umumnya datar dan penuh dengan rawa-rawa serta kalau melakukan peperangan di dataran tersebut akan sangat menguntungkan Belanda yang mempunyai peralatan lebih lengkap.
Tanggal 21 Desember 1948 mulailah seluruh kesatuan disebarkan ke daerah Kampar dan seluruh perlengkapan perang, bahan makanan dan lain-lain pun mulai dipindahkan ke Bangkinang dan seterusnya ke Pasir Pengarayan, Rokan Kiri dan Rokan Kanan. Kepada komandan-komandan Batalyon I Arifin Achmad (Pekanbaru), Batalyon III Iskandar Martawijaya (Bengkalis), Batalyon II Marahalim Harahap (Rengat) juga diperintahkan untuk melakukan tugas yang serupa serta mempersiapkan diri untuk bergerilya menurut jalur-jalur Instruksi Operasi yang sudah digariskan.
Batalyon I sebagian dipersiapkan untuk menahan arus serangan Belanda yang menyerang Rengat dengan hebatnya dan bertahan di Teluk Kuantan dan Siak Sri Indrapura yang kemudian bersama-sama Batalyon II akan melakukan perang Gerilya melalui jalur Teluk Kuantan, Lipat Kain menuju Markas Komando Gerilya di Pasir Pengarayan. Batalyon III akan bertahan di pesisir pantai Bengkalis yang kemudian melakukan perang gerilya menuju markas komando Pasir Pengarayan melalui jalur Sungai Pakning, Dumai, Duri ke Pasir Pengarayan. Sedangkan Kompi I Batalyon I pimpinan Abdul Muis ke Bangkinang bersama staf dan detasemen markas untuk menuju markas Komando serta Komandan Brigmob Inspektur H. Silalahi dan pasukannya.
Tanggal 28 Desember 1948 markas komando Sub Teritorial Riau dipindahkan ke Simpang Empat di Rumah Penghulu Nyamuk / Sukajadi, dari mana mula pertama rute gerilya dilaksanakan Komando Sub Teritorial Riau.
Inspektur Polisi II Tugimin (Alm. Bigjen Pol. Purn.) dan Letnan I Jamhur Jamin (Alm.) ditunjuk dan dipersiapkan Sebagai pimpinan pasukan pengacau dalam kota Pekanbaru sekaligus membumihanguskan Kota Pekanbaru sebelum mengundurkan diri ke garis pertahanan gerilya.
Dalam persiapan inilah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (P.D.R.I) datang ke Pekanbaru untuk mencari jalan ke luar, setelah berkonsultasi dengan Kepala Staf Mayor Akil Prawiradirja, diadviskan agar mereka ke Teluk Kuantan dan menuju kembali ke Sumatra Barat untuk bergerilya sebab ditinjau dari berbagai segi tak mungkin P.D.R.I. bermarkas di Riau.
Tanggal 29 Desember 1948 Let.Kol. Hassan Basri menerima komandan kesatuan Sumatra Barat Let.Kol. Abdul Halim di Pekanbaru yang menyatakan bahwa Bukittinggi sudah dibumihanguskan dan siap-siap Pekanbaru untuk menerima serangan Belanda yang datang dari Payakumbuh.
Setelah itu Let.Kol. Abdul Halim meninggalkan Pekanbaru lewat Rantau Beringin ke Rokan Kiri terus kembali ke Sumatra Barat.
Hari itu juga atas perintah komandan Sub Teritorial V Riau, Kepala Staf Mayor Akil Prawiradirja dan Staf berangkat menuju ke Pasir Pengarayan lewat Bangkinang, sedangkan Let.Kol. Hassan Basri sendiri akan tetap di Pekanbaru bersama pasukan pengacau sampai selesai tugas pasukan tersebut dan akan menuju ke markas komando lewat Siak Hulu.
Tanggal 31 Desember 1948, subuh, mendadak Let.Kol. Hassan Basri menerima kawat dari Sumatra Barat yang berbunyi antara lain: "pukul 17 tgl. 30/12 36 truck - 2 panserwagen melalui jalan siralamak koma tanjungpati arah Lubuklingau ttk kemungkinan sangat terus menuju Bangkinang ttk supaya hal ini diketahui stop ks front bsb" (autentik kawat ditangan Let.Kol. Hassan Basri). Tanggal 31 Desember 1948 itu juga jam 08.00 pagi diterima dari Letnan II Wismar Siregar interlokal bahwa Mayor Akil Prawiradirja dan Staf tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Pasir Pengarayan karena Belanda telah menyerang Rantau Beringin, Staf akan kembali ke Simpang Tiga, meneruskan perjalanan lewat Teratak Buluh, Lipat Kain ke Basis Komando Gerilya di Pasir Pengarayan.
Hari itu juga jam 15.00 Let.Kol. Hassan Basri menuju Simpang Tiga terus ke Teratak Buluh untuk inspeksi staf dan detasemen markas yang bergerak menuju markas komando Gerilya lewat Kampar Kiri. Setelah itu dalam perjalanan kembali ke Pekanbaru untuk melancarkan pengacauan dan bumi hangus, di Pantai Marpoyan datang Letnan I Parlindungan Hutapea (Kepala Operasi) mengatakan Simpang Tiga telah diduduki Belanda yang datang dari Padang dan pasukan payung yang terjun di Lapangan Simpang Tiga. Terpaksa Let.Kol. Hassan Basri dan Letnan I P. Hutapea menuju kembali ke Teratak Buluh untuk memulai dan melakukan perang gerilya.
Sementara itu jam 16.00 sore tanggal 31 Desember 1948 sesuai dengan garis yang telah dikomandokan oleh Komandan Sub Teritorial V Riau, Kota Pekanbaru dibumihanguskan dimulai dari Markas Resimen, Mountbatten Hotel dan lain-lain kemudian dilanjutkan dengan pertempuran melawan Belanda mulai dari Simpang Tiga sampai ke dalam Kota Pekanbaru oleh pasukan pengacau di bawah pimpinan Inspektur II Tugimin dan Letnan I Jamhur Jamin.
Malam itu sunyi sepi Kota Pekanbaru yang kedengaran hanyalah dentuman peluru dan cahaya api bumi hangus.
Referensi:
Buku Menegakkan Merah Putih di Daerah Riau. (1985).
Pekanbaru Lautan Api
Tanggal 19 Desember 1948 mulailah aksi militer Belanda kedua ke seluruh Indonesia, jam 11.00 Lapangan Terbang Simpang Tiga digempur oleh Belanda dari udara. Dari celah selat-selat yang berada di sepanjang perairan pantai Sungai Indragiri, Kampar, Siak dan Rokan, Belanda mulai melakukan penyerangan dari laut, sekedar untuk mengalihkan perhatian, agar Komando Sub Teritorial V Riau tidak terpancing oleh gerakan Brigade U Belanda yang bergerak di front Padang menuju Pekanbaru.
Dalam garis-garis operasi yang telah ditentukan oleh Komando Sumatra untuk daerah Sub Teritorial V Riau berbunyi: bahwa kemungkinan daerah Keresidenan Riau untuk mendapat serangan dari belakang (daerah Sub Teritorial Sumatra Barat) sangat tipis sekali, karena kekuatan 3 resimen berada di bawah komando Sub Teritorial Sumatra Barat diperkirakan cukup menjadi jaminan untuk menahan serangan Belanda dari belakang Keresidenan Riau, karena itu Komando Sub Teritorial V Riau harus mencurahkan perhatian pada pertahanan pantai sepanjang Selat Malaka.
Staf Komando Sub Teritorial V Riau mengadakan rapat kilat di bawah pimpinan komandan Let.Kol. Hassan Basri dengan restu Bung Hatta Wakil Presiden dan PTTS Kolonel Hidayat, Mayor Akil, Kepala Staf yang baru telah melakukan timbang terima dengan Kepala Staf lama Mayor Toha Hanafi yang dipindahkan ke Sumatra Barat. Dalam rapat staf Let.Kol. Hassan Basri memerintahkan Kepala Staf untuk membuka surat instruksi Operasi No. 1 yang sebelumnya dilak sebagai dokumen yang sangat rahasia, hasil dari rapat Staf Resimen IV Riau Divisi IX dalam tahun 1947 di mana waktu itu Kepala Staf Resimen adalah Mayor D.I. Panjaitan almarhum (penyusun Instruksi Operasi tersebut) di Istana Sultan Siak Sri Indrapura.
Dalam Instruksi Operasi itu, telah ditetapkan Pasir Pangarayan sebagai basis komando Resimen Riau (Markas Gerilya). Tempat ini dipilih karena sebagian besar daerah Riau tidak mungkin dibuat basis pertahanan gerilya disebabkan keadaan alam daerah Riau yang umumnya datar dan penuh dengan rawa-rawa serta kalau melakukan peperangan di dataran tersebut akan sangat menguntungkan Belanda yang mempunyai peralatan lebih lengkap.
Tanggal 21 Desember 1948 mulailah seluruh kesatuan disebarkan ke daerah Kampar dan seluruh perlengkapan perang, bahan makanan dan lain-lain pun mulai dipindahkan ke Bangkinang dan seterusnya ke Pasir Pengarayan, Rokan Kiri dan Rokan Kanan. Kepada komandan-komandan Batalyon I Arifin Achmad (Pekanbaru), Batalyon III Iskandar Martawijaya (Bengkalis), Batalyon II Marahalim Harahap (Rengat) juga diperintahkan untuk melakukan tugas yang serupa serta mempersiapkan diri untuk bergerilya menurut jalur-jalur Instruksi Operasi yang sudah digariskan.
Batalyon I sebagian dipersiapkan untuk menahan arus serangan Belanda yang menyerang Rengat dengan hebatnya dan bertahan di Teluk Kuantan dan Siak Sri Indrapura yang kemudian bersama-sama Batalyon II akan melakukan perang Gerilya melalui jalur Teluk Kuantan, Lipat Kain menuju Markas Komando Gerilya di Pasir Pengarayan. Batalyon III akan bertahan di pesisir pantai Bengkalis yang kemudian melakukan perang gerilya menuju markas komando Pasir Pengarayan melalui jalur Sungai Pakning, Dumai, Duri ke Pasir Pengarayan. Sedangkan Kompi I Batalyon I pimpinan Abdul Muis ke Bangkinang bersama staf dan detasemen markas untuk menuju markas Komando serta Komandan Brigmob Inspektur H. Silalahi dan pasukannya.
Tanggal 28 Desember 1948 markas komando Sub Teritorial Riau dipindahkan ke Simpang Empat di Rumah Penghulu Nyamuk / Sukajadi, dari mana mula pertama rute gerilya dilaksanakan Komando Sub Teritorial Riau.
Inspektur Polisi II Tugimin (Alm. Bigjen Pol. Purn.) dan Letnan I Jamhur Jamin (Alm.) ditunjuk dan dipersiapkan Sebagai pimpinan pasukan pengacau dalam kota Pekanbaru sekaligus membumihanguskan Kota Pekanbaru sebelum mengundurkan diri ke garis pertahanan gerilya.
Dalam persiapan inilah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (P.D.R.I) datang ke Pekanbaru untuk mencari jalan ke luar, setelah berkonsultasi dengan Kepala Staf Mayor Akil Prawiradirja, diadviskan agar mereka ke Teluk Kuantan dan menuju kembali ke Sumatra Barat untuk bergerilya sebab ditinjau dari berbagai segi tak mungkin P.D.R.I. bermarkas di Riau.
Tanggal 29 Desember 1948 Let.Kol. Hassan Basri menerima komandan kesatuan Sumatra Barat Let.Kol. Abdul Halim di Pekanbaru yang menyatakan bahwa Bukittinggi sudah dibumihanguskan dan siap-siap Pekanbaru untuk menerima serangan Belanda yang datang dari Payakumbuh.
Setelah itu Let.Kol. Abdul Halim meninggalkan Pekanbaru lewat Rantau Beringin ke Rokan Kiri terus kembali ke Sumatra Barat.
Hari itu juga atas perintah komandan Sub Teritorial V Riau, Kepala Staf Mayor Akil Prawiradirja dan Staf berangkat menuju ke Pasir Pengarayan lewat Bangkinang, sedangkan Let.Kol. Hassan Basri sendiri akan tetap di Pekanbaru bersama pasukan pengacau sampai selesai tugas pasukan tersebut dan akan menuju ke markas komando lewat Siak Hulu.
Tanggal 31 Desember 1948, subuh, mendadak Let.Kol. Hassan Basri menerima kawat dari Sumatra Barat yang berbunyi antara lain: "pukul 17 tgl. 30/12 36 truck - 2 panserwagen melalui jalan siralamak koma tanjungpati arah Lubuklingau ttk kemungkinan sangat terus menuju Bangkinang ttk supaya hal ini diketahui stop ks front bsb" (autentik kawat ditangan Let.Kol. Hassan Basri). Tanggal 31 Desember 1948 itu juga jam 08.00 pagi diterima dari Letnan II Wismar Siregar interlokal bahwa Mayor Akil Prawiradirja dan Staf tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Pasir Pengarayan karena Belanda telah menyerang Rantau Beringin, Staf akan kembali ke Simpang Tiga, meneruskan perjalanan lewat Teratak Buluh, Lipat Kain ke Basis Komando Gerilya di Pasir Pengarayan.
Hari itu juga jam 15.00 Let.Kol. Hassan Basri menuju Simpang Tiga terus ke Teratak Buluh untuk inspeksi staf dan detasemen markas yang bergerak menuju markas komando Gerilya lewat Kampar Kiri. Setelah itu dalam perjalanan kembali ke Pekanbaru untuk melancarkan pengacauan dan bumi hangus, di Pantai Marpoyan datang Letnan I Parlindungan Hutapea (Kepala Operasi) mengatakan Simpang Tiga telah diduduki Belanda yang datang dari Padang dan pasukan payung yang terjun di Lapangan Simpang Tiga. Terpaksa Let.Kol. Hassan Basri dan Letnan I P. Hutapea menuju kembali ke Teratak Buluh untuk memulai dan melakukan perang gerilya.
Sementara itu jam 16.00 sore tanggal 31 Desember 1948 sesuai dengan garis yang telah dikomandokan oleh Komandan Sub Teritorial V Riau, Kota Pekanbaru dibumihanguskan dimulai dari Markas Resimen, Mountbatten Hotel dan lain-lain kemudian dilanjutkan dengan pertempuran melawan Belanda mulai dari Simpang Tiga sampai ke dalam Kota Pekanbaru oleh pasukan pengacau di bawah pimpinan Inspektur II Tugimin dan Letnan I Jamhur Jamin.
Malam itu sunyi sepi Kota Pekanbaru yang kedengaran hanyalah dentuman peluru dan cahaya api bumi hangus.
Referensi:
Buku Menegakkan Merah Putih di Daerah Riau. (1985).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar